Sunday, October 25, 2009

Sastra Indonesia

Sifat-Sifat Sastra


Banyak masalah atau pertanyaan yang harus kita dipecahkan menyangkut bab kali ini yaitu sifat-sifat sastra. Misalnya sastra itu? Apakah sifat-sifat sastra-sifat sastra itu? Pertanyaan ini terdengar sangat sepele tetapi sulit untuk dijelaskan.
Sastra adalah yang tertulis atau yang tercetak. Edwin Greenlaw seorang teroritikus asal Inggris mendukung gagasan bahwa “Segala sesuatu yang berkaitan dnegan sejarah kebudayaan termasuk dalam wilayah kita” 9Nothing related to the of civiltation is beyond our provinbce”). Ilmuwan sastra tidak terbatas pada manuskrip cetakan atau kebudayaan saja, kerja ilmuwan sastra harus dilihat pada sejarah kebudayaan.
Menurut teori Greenlaw dan praktek ilmuwan lain, studi sastra bukan hanya berkaitan erat tetapi identik dengan sejarah kebudayaan. Kaitan ini hanya terletak pada perhatian dengan sejarah kebusayaan cenderung menggeser studi sastra yang murni. Sebab dalam studi kebudayaan, semua perbedaan dalam teks sastra diabaikan. Akibatnya sastra akan dinilai berharga. Menyamakan sastra dengan sejarah kebudayaan berarti menolak studi sastra sebagai bidang ilmu.
Cara lain untuk mendefinisikan sastra adalah membatasinya pada “maha karya” 9Great books) yaitu buku yang dianggap menonjol karena bentuk dan ekspresi sastranya. Dalam kata lain nilai estetika yang menonjol nilai estetika sering dikombinasikan dengan nilai ilmiah diantara lirik puisi, drama dan cerita rekaan yang dipertimbangkan secara estetis ditambah penilaian estetis atas gaya bahasa, komposisi dan kekuatan penyampaian ini adalah cara yang lazim dipakai untuk berbicara tentang sastra
Banyak sejawawan sastra memasukkan karya-karya ahli filsafat, sejarawan, ahli teologi dan moral, politikus dan ilmuwan dalam pembahasan pembicaraan mengenai tokoh budaya biasanya lebih pendek dan ulasan tentang penyair, dramawan dan novelis. Pembicaraan terbatas pada segi estetis. Sejarawan sastra tidak otomatis bias menjadi sejarawan bidang-bidang sastra. Sehingga dalam bidang sastra kurang memuaskan pembahasan mengenai para pemikir diatas sangat singkat, tanpa kontkes yang lengkap dan tanpa pemahaman mengenai sejarah masing-masing disiplin.
§ Sejarah filsafat, teori etika, histonografi dan teori ekonomi
Untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan sejarah, khususnya untuk sejarah sastra. Pembatasan pada mahakarya akan mengaburkan kontiuitas tradisi, perkembangan genre sastra, serta proses kesusastraan. Dengan menerapkan batasan ini larar belakang social, linguistic, ideology dan pengaruh sejarah filsafat, dan ilmu lain, pendekatan ini memberi penekanan berlebih pada segi estetis.
Istilah”sastra” paling tepat diterapkan pada seni satra yaitu sastra sebagai karya imajinatif. Istilah lain satra yaitu “fiksi” (fiction) dan “puisi” (petry), sedangkan sastra imajinatif (imaginative literature) dan belles letters (tulisan yang indah dan sopan) berasal dari bahasa Perancis yang menyerupai pengertian etimologis. Istilah Inggris literature berasal dari kata latin litera yang berarti karya tulis atau cetak
Merinci penggunaan bahasa khas sastra, bahasa adalah bahan baku kesusatraan tetapi bahasa bukan benda melainkan ciptaan manusia dan mempunyai muatan budaya dan linguistik.
Perbedaan bahasa satra, bahasa sehari-hari dan bahasa ilmiah sangat sulit dipecahkan karena sastra berbeda dengan seni lain. Sastra mengenal berbagai bentuk bahasa dan selalu mengalami perubahan. Bahasa sastra tidak hanya mengandung emosi dan perasaan tetapi juga mengandung fikiran dan emosional. Sedangkan bahasa ilmiah cenderung menyerupai sistem tanda matem atau logika simbolis. Bahasa sastra penuh ambiguitas dan homonym serta memiliki kategori yang tidak beraturan dan tata rasional seperti gender. Bahasa sastra penuh dengan asosiasi, mengacu pada ungkapan bahasa sastra sangat konotatif, Bahasa sastra bukan sekedar bahasa referential yang hanya mengacu pada suatu hal. Bahasa sastra mempunyai fungsi, ekspresi. Bahasa sastra berusaha mempengaruhi membujuk dan mengubah sikap pembaca perbedaan lain antara bahasa sastra dan bahasa ilmiah, yang dipentingkan dalam bahasa sastra adalah tanda, simbolisme suara untuk menarik perhatian pembaca perbedaan penggunaan bahasa sastra dan bahasa ilmiah sudah jelas yaitu bahasa sastra berkaitan erat dengan histories bahasa, sastra menekankan kesadaran atas tanda. Bahasa sastra memiliki segi ekspresif dan pragmatis tetapi bahasa ilmiah sangat mengindari itu.
Perbedaan bahasa sastra dan bahasa sehari-hari. Bahasa sehari-hari bukanlah suatu konsep yang seragam. Bahasa percakapan bahasa perdagangan bahasa resmi, bahasa keagamaan dan siang bahasa anak muda juga termasuk bahasa sehari-hari. Bahasa sehari-hari mempunyai fungsi ekspresif, kadarnya beragam mulai dari pengumuman yang kering sampai ratapan yang ditandai krisis emosi. Bahasa sehari-hari juga penuh konsep seuai perkembangan sejarah bahasa. Dalam bahasa sehari-hari jarang ada kesadaran atas tanda. Tapi kesadaran ini muncul dalam simbolisme kejadian serta dalam permainan kata. Bahasa sehari-hari juga mempunyai tujuan mencapai sesuatu untuk mempengaruhi sikap dan tindakan.
Jadi bahasa sastra dan bahasa sehari-hari hanya dapat diibedakan secara kuantitatif saja. Dalam sastra, sarana bahasa dimanfaatkan secara lebih sistematis dan dengan sengaja
Ada tipe-tipe puisi tertentu yang dengan senagja memakai paradoks ambiguitas, pergeseran arti secara kontekstual, asosiasi irasional dengan menggunakan kategori tata bahasa. Bahasa puitis mengatur memperkental sumber daya bahasa sehari-hari.
Perbedaan pragmatis antara bahasa sastra dan bahasa sehari-hari lebih jelas kita dapat memperkenalkan kembali konsep estetis kontemplasi objektif, distansi estetis dan penciptaan kerangka seni ke dalam analisis semantic perbedaan antara seni dan bukan seni antara ungkapan linguistic karya sastra dan nonsastra sangatlah cair. Konsepsi kita terhadap sastra akan menjadi sempit kalau kita mengeluarkan semua jenis propaganda puisi didaktis atau satiris dan kawasan sastra, kawasan fungsi estetis meluas dan menyempit, pada periode tertentu, surat pribadi dan khotbah diangap sebagai bentuk seni. Sedanghkan sekarang sesuai tuntutan zaman fungsi estetis telah dipersempit sehingga penekanan pada kemurnian seni sebagai reaksi terhadap panestisme yang disuarakan oleh ahli estetika.
Saifat-sifat sastra muncul paling jelas bila dari aspek referensialnya (acuan) jika kita melihat genre tradisional seperti liri, epik dan drama ketiga jenis sastra itu acuannya adalah dunia fiksi atau imajinasi. Dalam novel puisi atau drama tidak dapat dianggap benar. Ada perbedaan yang mendasar dan penting antara pernyataan dalam novel sejarah atau novel Balzac (Sstrawan Perancis) yang menyampaikan informasi tokoh sejarah. Tokoh novle muncul dari kalimat yang mendeskripsikannya dan dari kata yang diletakkan dibibirnya oleh si pengarang. Di luar karya sastra, tokoh itu tidak mempunyai masa lalu, masa depan dan kontinuitas hidup. Novel yang terlihat paling realistis yang ditulis dengan gaya “potongan hidup” oleh para penulis naturalis, di buat atas konvenci artistic terutama melalui persepktif sejarah.
Akhir-akhir ini kita bahwa novel naturalis mempunyai kesamaan tema, tipe penokohan, pemilihan kejadian dan cara penyusunan dialog, kita juga melihat bahwa konvensi dipegang teguh dalam drama yang paling realistis bukan hanya dalam kerangka degan, melainkan juga dalam menangani ruang dan waktu. Bahkan dalam dialog yang realistispun kita bisa menelusuri konve cara pemilihan dan pengaturan dialog serta cara tokoh keluar masuk panggung.
Kalau kita memegang “fiksionalitas” ciptaan “dan” imajinasi” sebagai cirri-ciri khas sastra, kita dapat mengacu pada karya Homer, Dante, Shakespeare Balzac dan Keats. Konsepsi mengenai sastra berdasarkan faktor tersebut bersifat deskriptif dan tidak evaluasitf karya yang besar dan berpengaruh tidak akan berkurang kehebatannya jika digolongkan menjadi karya retorik, filsafat, pamphlet politik yang menarwarkan analisis estetis, stilistika dan komposisi konsepsi sastra semacam ini akan meliputi semua jenis cerita rekaan, termasuk novel, puisi dan drama yang paling buruk sekalipun.
Istilah sastra sebagai karya “imajinasi” tidak berarti bahwa setiap karya sastra harus memakai imaji (citra) bahasa puitis memang perlu pencitraan dari yang paling sederhana sampai pada sistem mitologi, Tetapi penciptaan tidak identik dengan rekaan jadi bukan termasuk cirri khas karya sastra. Yang dimaksud dengan pencitraan disini berbeda dengan apa yang ada dalam pikiran ahli estetika. Seperti Visher dan Eduar Van Hartman dibawah pengaruh Hegel mereka memberi batasan bahwa semua karya seni adalah”the sensual forth of the idea” (Bersinarnya ide secara indrawi) aliran lain (fiddler, Hidebrand, Riehl) menganggap bahwa semua karya seni adalah karya yang spenuhnya terlihat tetapi banyak karya sastra tidak membangkitkan imaji indrawi, kelaupun ada imaji itu muncul secara kebetulan.
Biasanya penulis membuat suatu gambaran umum yang skematis yang dibangun atas satu kecendrungan fisik. Terlalu banyak ilustrasi kadang terasa menganggu seperti dalam karya novelis Inggris Ivilliam Makepeace Thackeray. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya skematis saja dan tidak perlu dipenuhi dengan detail.
Ada pembaca yang biasa memvisualisasikan teks dan memang visualisasi sangat dituntut oleh teks-teks tertentu . Tetapi ini adalah masalah psikologis yang tidak boleh disamakan dengan analisis teknik metaphor penyair. Teknik ini merupakan pengaturan proses mental yang juga terjadi diluar bidang sastra. Metafor hadir secara tersembunyi berasal dari kaitan fisik yang mengamali transfer metafosis (memahami. Menjabarkan, menghilangkan, mewujudkan menjadikan subyek, membuat hipotesis)
Perbedaan sastra dan non sastra yang sudah kita bicarakan ekspresi pribadi. Penggolahan dan penyampaian melalui medium, tujuan yang praktis, fisionalitas merupakan pengurangan dan istilah estetika yang sudah tua seperti.
· Kesatuan dalam keragaman (unity in variety)
· Kontemplasi objektif (disinterested contemplation)
· Distansi estetis (aesthetic distance)
· Penciptaan kerangka seni (Framing)
· Ciptaan (invention)
· Imajinasi dan kreasi
Tiap-tiap istilah mengacu pada salah satu aspek karya sastra. Karya sastra bukan objek yang sederhana melainkan objek yang kompleks dan rumit. Ada pula istilah “identitas isi dan bentuk” (identity of form and content) frase ini menekankan kaitan unsur karya sastra namun terlampau sederhana. Frase ini terlalui dikotomi dalam karya sastra analiusis modern harus mulai mempelajari hal-hal yang rumit yaitu modus keberadaan karya sastra dan sistem stratanya




Dari bacaan tersebut kita dapat mengambil beberapa sifat-sifat atau hal yang penting adalah sebagai berikut:
1. Historisisme Adalah ilmu sastra mempunyai sastra berdasar kan kesewaktuan sastra tersebut mewarnai masa tertentu yang tidak sama dengan masa masa lain nya.
2. Imajinatif/Fiktif Adalah sastra yang berupaya untuk menerangkan,menjelaskan,memahami,membuka pandangan baru dan memberikan makna realitas kehidupan agar manusia lebih mengerti dan bersikap semestinya terhadap realitas kehidupan.
3. Komperatif Adalah sastra yang mengkaji dan memberikan beberapa karya sastra pada masa lalu,masa pertengahan,dan masa kini yang mengkaji dan dibandingkan bisa meliputi karya sastra antar negara/karya sastra dalam satu Negara.
4. Sebagai bagian dari masyarakat menurut Dick Hartoko dapat dilihat dan diteliti dari faktor faktor dari luar teks sendiri,gejala konteks sastra,teks satra itu sendiri tidak ditinjau. Faktor konteks antara lain ini dipelajari oleh sosiologi sastra Empiris yang tidak menggunakan pendekatan ilmu sastra,melainkan pendekatan ilmu sosiologi walau pun ilmu sastra dapat menggunakan hasil sosiologi sastra khususnya bila ingin meneliti persepsi para pembaca.dilihat dan diteliti dan hubungan antara(aspek aspek sastra dan susunan masyarakat sering di gunakan sebagai sumber untuk menganalisis system masyarakat mencakup realigi,potensi,dan lain lain).
5. Sebagai karya seni/apresiasi yang meliputi
a. Keutuhan adalah karya sastra apa pun bentuk nya harus utuh dalam arti setiap bagian/unsur yang ada,yang melekat pada karya sastra tersebut menunjang kepada usaha pengungkapan isi hati sastrawan.
b. Keseimbangan adalah bahwa unsur unsur/bagian karya sastra baik itu ukuran/bobot nya harus sesuai dengan fungsi nya.
c. Keselarasan adalah bahwa hubungan antara unsur yang satu dengan unsur yang lain/bagian yang satu dalam karya sastra memiliki keterkaitan artinya. Unsur bagian tertentu harus menunjang daya ungkap unsure atau bagian lain dan bukan mengganggu atau mengaburkannya.
d. Tekanan yang tepat adalah bahwa unsur/bagian yang penting harus mendapat penekanan yang lebih dari pada unsur/bagian yang kurang penting. Unsur yang akan dipaparkan secara lebih mendalam sering kurang penting hanya berupa garis besar dan bersifat SKEMATIK ( menurut skema atau rencana).
6. Obyektif yaitu sesuatu yang dibicarakan, dipikirkan ( menurut pandangan orang lain)
7. Subyektif yaitu pandangan, pendapat, atau perasaan sendiri (lawan Obyektif)